KemenkopUKMsendiri telah melakukan serangkaian kebijakan dalam peningkatan daya saing UMKM. "Diharapkan pada tahun 2024, ada sebanyak 30 juta UMKM yang onboarding digital, 500 koperasi digital, kontribusi ekspor sebesar 20 %, serta 3,95 % target rasio kewirausahaan. Proses Konsolidasi Sumber Daya dan Strategi Atasi Kegagalan 08 Agustus
NAMA RISKA YUNITA KELAS 2 EA 13 NPM 11208073 DOSEN Yuniyuniawati Pada saat terjadi krisis ekonomi koperasi mampu bertahan di pasar karena pesaing-pesaingnya dari pelaku ekonomi lainnya mengalami kehancuran karena hutang, sehingga tidak mampu bertahan di pasar. Maka pada kondisi pasar yang normal maka koperasi tdak boleh lemah, karena pada kondisi pasar yang normal para pesaing tidak mudah untuk dikalahkan apalagi untuk disingkirkan. Untuk itu agar koperasi menghadapi berbagai persaingan yang terjadi di pasar, maka koperasi harus kerjasama pasar untuk mendapatkan harga yang kompetitif, menghindari terjadinya kelangkaan persediaan da jaminan kualitas produk yang lebih baik. Hal tersebut diharapkan koperasi mampu bersaing secara kompetitif. Koperasi pada saat ini mempunyai kedudukan dan peran sama dengan keigatan usaha lain maka koperasi haru berubah dari kesejahteraan menjadi gerakan organisasi ekonomi kompetitif. Ada tiga macam jenis pengembangan koperasi yang dikenal yaitu 1. Koperasi para produsen koperasi produksi . 2. Koperasi para konsumen koperasi konsumsi . 3. Koperasi Kredit. Di dunia gerakan koperasi di masing-masing negara yang sangat maju selalu dapat dikaitkan dengan tiga ciri utama koperasi tersebut. Bagi perekonomian Indonesia, kita perlu mengaitkan dengan Sistem Ekonomi Nasional Indonesia dan kedudukan koperasi. dari sisa produksi pelaku ekonomi di Indonesia terdiri dari Usaha Negara, Usaha Swasta Besar Nasional, Usaha Swasta Asing dan Usaha Ekonomi Rakyat. Dalam hal jumlah unit usaha, Sektor Ekonomi Rakyat yang mendominasi unit usaha yang ada di Indonesia dan usaha rumah tangga, usaha kecil, dan menengah dalam bentuk badan usaha yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Dalam organisasi, koperasi mempunyai aturan dan cara tersendiri dalam memperjuangkan kepentingan ekonomi anggotannya. Oleh karena itu koperasi juga disebut sebagai gerakan, mempunyai organisasi dengan skala dunia yang mempunyai kedudukan sebagai observer pada badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jika Koperasi tidak mampu mempertahankan output tertentu, tekanan permintaan anggota akan semakin memperbanyak jumlah yang diproduksi dan dijual. Hal ini mengakibatkan harga semakin menurun dan koperasi akan bekerja dengan biaya rata-rata yang semakin besar.
PengembanganUMKM merupakan upaya yang dilakukan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan UMKM melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, bantuan penguatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan serta daya saing UMKM. Dampak negatif pandemi Covid-19 telah menghambat pertumbuhan UMKM.
Pengembangan Koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah UMKM merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar Pkehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan tingkat kemiskinan. Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja,dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usahayang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan koperasi dan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor,serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasidan UKM. Melalui koperasi dan UMKM ini diharapkan mampu mewujudkan kedaulatan ekonomi yang mengutamakan kesejahteraan rakyatKata Kunci Koperasi,UMKM,Pengembangan To read the file of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Sementarastrategi yang dapat dirumuskan untuk Koperasi UPP Kaliurang adalah meningkatkan efisiensi di segala bidang, mengadakan kontrak kerjasama dengan industri pengolahan susu (IPS), meningkatkan promosi melalui kerjasama dengan instansi terkait, serta meningkatkan pengetahuan terhadap teknologi pengolahan susu
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan, kinerja, dan daya saing komparatif Koperasi Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Data yang digunakan adalah data keragaan koperasi yang bersumber dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta data ekonomi makro yang bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, proyeksi tren, Tipologi Klassen, dan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional IPEKR statis dan dinamis. Hasil analisis menunjukkan perkembangan jumlah koperasi aktif meningkat secara absolut, namun secara persentase menurun. Sebagian besar koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan, dan tidak memiliki manajer. Modal dan volume usaha terus mengalami peningkatan. Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto PDB masih relatif rendah. Kinerja koperasi mengalami peningkatan setiap tahunnya yang mengindikasikan terjadi peningkatan kesejahteraan anggota koperasi. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 71 ANALISIS PERKEMBANGAN, KINERJA, DAN DAYA SAING KOPERASI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI Lestari Agusalim1, Muhamad Karim2, Yaddarabullah3 1lestariagusalim 2karimlaode1971 3yaddarabullah 123Universitas Trilogi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan, kinerja, dan daya saing komparatif Koperasi Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Data yang digunakan adalah data keragaan koperasi yang bersumber dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta data ekonomi makro yang bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, proyeksi tren, Tipologi Klassen, dan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional IPEKR statis dan dinamis. Hasil analisis menunjukkan perkembangan jumlah koperasi aktif meningkat secara absolut, namun secara persentase menurun. Sebagian besar koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan, dan tidak memiliki manajer. Modal dan volume usaha terus mengalami peningkatan. Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto PDB masih relatif rendah. Kinerja koperasi mengalami peningkatan setiap tahunnya yang mengindikasikan terjadi peningkatan kesejahteraan anggota koperasi. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Kata Kunci Koperasi Indonesia, Sistem Ekonomi Pancasila, Ekonomi Rakyat, Daya Saing, Pembangunan Ekonomi ABSTRACT This study aims to analyze the progress, performance, and comparative competitiveness of Indonesia Cooperative in economic development. The data used are cooperative and macro economy data which taken from the Ministry of Cooperative and Small and Medium Enterprises, and BPS-Statistics Indonesia. Analytical methods used are descriptive method, trend projection, Klassen Typology, static and dynamic Regional Cooperative Economic Performance Index RCEPI. The results show that the number of active cooperatives is increasing in nominal, but it decreased in percentage. Most of the cooperatives do not conduct the annual members meeting, and do not have any manager. The capital and business volume keep increasing. The contribution of cooperatives to Gross Domestic Product GDP is relatively still low. The performance of cooperative increases every year which indicates that there is an increasing of members’ welfare. The provinces that have the highest comparative competitiveness are West Kalimantan, East Java, and East Nusa Tenggara. Meanwhile the lowest are North Sulawesi, Riau Islands, and East Kalimantan. Keywords Indonesia Cooperative, Pancasila Economic System, People’s Economy, Competitiveness, Economic Development PENDAHULUAN Konstitusi Indonesia telah mengatur perekonomian nasional yang tertera dalam Undang-Undang Dasar UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasannya dipertegas bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Berdasarkan landasan tersebut, lahirlah UU No. 12/1967 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 25/1992, tentang Perkoperasian.Dalam UU No. 25/1992, disebutkan bahwa koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Kehadiran Koperasi Indonesia tujuan adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada 72 umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Koperasi merupakan salah satu pelaku ekonomi sektor formal selain Badan Usaha milik Negara BUMN, dan Badan Usaha Milik Swasta BUMS yang bersama-sama berperan penting dalam mendorong pembangunan ekonomi. Menurut Tjakrawerdaja et al., 2017 dalam buku Sistem Ekonomi Pancasila, peran ketiga pelaku ekonomi telah diharmonisasikan melalui pola tata peran pelaku ekonomi PPTPE agar dapat bersaing sehat. Sektor usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan dapat dikerjakan orang banyak ekonomi rakyat haruslah dilaksanakan oleh koperasi. Selanjutnya, sektor usaha strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN karena menyangkut modal besar dan teknologi tinggi sehingga tidak dapat dikerjakan oleh usaha kecil, dilaksanakan hanya oleh BUMN. Rujukannya adalah Pasal 33 ayat 2. Tujuannya adalah untuk menjadi stabilitas dan mewujudkan pemerataan ekonomi nasional. Terakhir, sektor usaha di luar cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dapat dikerjakan oleh swasta. Swasta berperan utama untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan kesempatan kerja. Di samping itu, perusahaan swasta diharapkan juga dapat menciptakan efisiensi dan keunggulan daya saing perekonomian nasional. Dalam praktiknya, ketiga pelaku ekonomi tersebut dapat melakukan kemitraan yang setara yang berbasis pada asas kekeluargaan. Dengan kemitraan tersebut akan dapat mengoptimalkan dinamika relasi dan interelasi antar pelaku ekonomi sehingga terwujud pasar yang berkeadilan. Kemitraan ini dicirikan dengan, 1 pembagian peran antarpelaku ekonomi harus saling mendukung dan terpadu guna terwujudnya peningkatan produktivitas dan efisiensi nasional, 2 adanya dinamika berupa kompetisi antarpelaku ekonomi, namun bukan untuk saling mengalahkan dan mematikan, tetapi justru dimaksudkan untuk memberikan tingkat pelayanan yang terbaik bagi masyarakat luas, 3 adanya fleksibilitas dalam mengakomodasikan berbagai perubahan lingkungan ekonomi. Berdasarkan Gambar 1, apabila diamati, Swasta memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, disusul oleh BUMN. Koperasi berada pada urutan terakhir dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto PDB Atas Dasar Harga Berlaku ADHB yang masih relatif kecil di bawah 5 persen dibanding pelaku ekonomi lainnya. Kontribusi koperasi terhadap PDB cenderung stagnan. Bahkan, menurut Retnowati 2009 keberadaan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat pun makin sering dilupakan. Di antara ketiga pelaku usaha tersebut koperasi merupakan pelaku usaha yang paling lemah. Kenyataan ini adalah suatu ironi dan kontradiktif dengan harapan Hatta 1978 yang menyatakan bahwa koperasi adalah alat yang efektif untuk membangun ekonomi rakyat yang terbelakang. Nampaknya, koperasi sebagai ekonomi perjuangan yang disebutkan oleh Swasono 1983 untuk merealisasikan cita-cita kemerdekaan, yakni tercapai Negara Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Sugiharsono 2009 rendahnya peran koperasi menyebabkan masyarakat enggan membicarakan mengenai eksistensi koperasi, apalagi menyangkutpautkannya dengan masalah perekonomian nasional. Aref 2011 menemukan bahwa bahwa masyarakat terutama dipedesaan memiliki persepsi negatif terhadap kontribusi koperasi dalam mengurani kemiskinan. Dibalik kecilnya peran koperasi secara nasional, sejak awal sejatinya Koperasi Indonesia diperkenalkan dan diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai pelaku usaha kecil mikro golongan ekonomi lemah Rohcmadi, 2011. Pelaku usaha ini tidak mungkin dapat bersaingan dengan pelaku usaha lain seperti Firma, CV, dan PT karena tidak efisien Sugiharsono, 2009. Inefisiensi ini disebabkan oleh skala ekonomi yang kecil. Dengan adanya koperasi, pelaku usaha kecil mikro dapat berkumpul dan berkolaborasi sehingga memperbesar skala ekonomi, mampu menciptakan efisiensi, dan peningkatan produktivitas sehingga dapat bersaing sehat dengan pelaku usaha lainnya. Dalam koperasi, para pelaku usaha kecil ini menjadi satu kesatuan ekonomi yang solid dan kuat yang pada gilirannya menjadi lembaga ekonomi rakyat. Dengan demikian, koperasi dapat menjadi soko guru ekonomi rakyat dan sesuai dengan semangat tujuan pembentukan pemerintahan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk memajukan kesejahteraan masyarakat umum. 0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%2009 2010 2011 2012 2013 2014BUMS BUMN KoperasiSumber Kemenkop & UKM, Kementerian BUMN, Kemenko Perekonomian, BPS-Indonesia diolah Gambar 1. Kontribusi Pelaku Usaha Sektor Formal Terhadap PDB ADHB di Indonesia Sukidjo 2008 menyatakan bahwa Koperasi Indonesia merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan berperan untuk menyebarluaskan jiwa dan semangat koperasi untuk dapat dikembangkan pada perusahaan swasta dan negara. Hal serupa dinyatakan oleh Verhofstadt dan Maertens 2015 dan Bharadwaj 2012 bahwa koperasi dapat menjadi lembaga yang efektif dalam memutus lingkaran setan kemiskinan terutama di pedesaan. Smith dan Rothbaum 2013 menambahkan bahwa koperasi mampu menciptakan lapangan pekerjaan, mengatasi ketimpangan sosial ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan sumber daya manusia, dan mampu melakukan inovasi sehingga berdampak terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing nasional. Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan analisis untuk memahami lebih mendalam perkembangan Koperasi Indonesia terutama pada era reformasi yang terdiri dari jumlah dan anggota koperasi, rapat anggota tahunan, manajer dan karyawan, modal usaha dan volume usaha. Selain itu, perlu dianalisis kinerja koperasi dalam menyejahterakan anggotanya. Terakhir, mengukur daya saing komparatif koperasi menurut provinsi. METODE PENELITIAN Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Kemenkop & UKM dan BPS. Data yang digunakan adalah data keragaan koperasi tahun 2000-2015, Produk Domestik Regional Bruto PDRB Atas Dasar Harga Kontan ADHK tahun 2010-2017, dan PDB 2000-2017. Berdasarkan publikasi keragaan koperasi yang diperoleh dari situs Kemenkop & UKM hanya terdapat data dari tahun 2000 hingga tahun 2015. Untuk analisis tahun 2016 dan 2017 digunakan analisis proyeksi tren sesuai dengan pola perkembangan data yang dianalisis. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk meneliti masalah dan fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis deskriptif perkembangan dan kinerja Koperasi Indonesia selama periode tahun 2000-2017. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis daya saing keunggulan komparatif koperasi di Indonesia dengan menggunakan metode Tipologi Klassen dan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional IPEKR statis dan dinamis dengan periode penelitian selama tahun 2011-2015. Dalam penelitian ini Tipologi Klassen membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan volume usaha koperasi regional dan volume usaha per koperasi regional. Melalui analisis 74 ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi koperasi yang berbeda, yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal. Dimodifikasi dari Sudirman 2018, Haryadi dan Julyana 2017, Mahardiki dan Santoso 2013, serta Sari dan Mujiono 2013. IPEKR menjelaskan bagaimana kemampuan relatif ekonomi koperasi secara regional terhadap nasional dengan ekonomi regional terhadap nasional. Dalam penelitian ini IPEKR dibagi menjadi dua, yaitu IPEKR statis IPEKRS dan IPEKR dinamis IPEKRD. Pendekatan analisis berdasarkan IPEKR tersebut diadopsi, dimodifikasi, dan dikembangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Sasongko 2017, Ramly 2013 dan Situmorang 2008. Secara metode, IPEKRS adalah perbandingan antara rasio nilai ekonomi koperasi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai ukuran ekonomi koperasi terhadap rasio ekonomi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai ukuran ekonomi. Persamaan metode IPEKRS sebagai berikut ………………………………………………… 1 adalah rata-rata volume usaha koperasi regional, adalah rata-rata volume usaha koperasi nasional. Volume usaha koperasi dipakai sebagai indikator ekonomi, karena secara empirik volume usaha mencerminkan kemampuan koperasi dalam bisnis dan ekonomi. Nilai ukuran ekonomi koperasi regional UEKR selalu di antara nol dan satu 0 1 maka performa atau rating regional tinggi, atau dengan kata lain pengembangan ekonomi koperasi di atas kemampuan ekonomi regionalnya. Oleh karena itu, berdasarkan IPEKRS maka pemeringkatan daerah dapat dilakukan, sehingga peringkat daerah dalam ekonomi koperasi tergantung pada besaran Indeks tersebut. Selanjutnya, penulis mengembangkan metode IPEKRD dengan melakukan perbandingan antara rasio laju pertumbuhan ekonomi koperasi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai laju pertumbuhan ekonomi koperasi terhadap rasio ekonomi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai laju pertumbuhan ekonomi. Metode ini dibuat untuk mengatasi keterbatasan metode IPEKRS yang belum mampu mengakomodasi perubahan struktur ekonomi koperasi regional dalam kurun waktu tertentu. Persamaan metode IPEKRD sebagai berikut ………………………………….… 2 adalah rata-rata laju pertumbuhan volume usaha koperasi regional, adalah rata-rata laju pertumbuhan volume usaha koperasi nasional. Indeks potensi perkembangan ekonomi koperasi regional IPPEKR selalu di antara nol dan tak terhingga IPPEKR ≥ 0. Apabila IPPEKR 1 maka performa atau rating regional tinggi, atau dengan kata lain potensi pengembangan ekonomi koperasi regional di atas kemampuan ekonomi koperasi nasionalnya. adalah rata-rata laju pertumbuhan produk domestik regional bruto, dan adalah rata-rata laju pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia. Indeks potensi perkembangan ekonomi regional IPPER adalah di antara nol dan tak terhingga IPPER ≥ 0. Apabila IPPER 1 maka performa atau rating regional tinggi, atau dengan kata lain potensi pengembangan ekonomi regional di atas kemampuan ekonomi nasionalnya. Nilai IPEKRD berada antara nol dan tak terhingga IPEKRD ≥ 0. Penafsiran IPEKRD sama dengan IPEKRS, kecuali 75 perbandingan ini lebih menekankan pada laju pertumbuhan. Penulis menilai kedua metode IPEKR tersebut cukup baik untuk menjelaskan peringkat regional dalam pengembangan ekonomi koperasi. Setelah dilakukan analisis Tipologi Klassen dan IPEKR, selanjutnya dilakukan pemeringkatan secara menyeluruh terhadap seluruh provinsi yang ada di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Koperasi Indonesia Jumlah Koperasi Indonesia Selama hampir dua dekade reformasi berjalan, jumlah koperasi mengalami peningkatan yang signifikan sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Pada tahun 2000 jumlah koperasi sebanyak 103,077 unit, naik menjadi 212,135 unit pada tahun 2015. Pada tahun 2017 diperkirakan jumlah koperasi naik menjadi Jumlah ini naik sekitar persen dalam rentang waktu 2000-2017. Jumlah koperasi aktif juga mengalami peningkatan secara nominal dari 88,930 pada tahun 2000, naik menjadi 150,233 unit pada tahun 2015, dan diproyeksikan naik menjadi 153,171 unit pada tahun 2017. Selama tahun 2000 hingga 2017 terjadi kenaikan persen jumlah koperasi aktif. Syarief Hasan Menteri Koperasi dan UKM 2009-2014 dalam Buku 100 Koperasi Besar Indonesia yang ditulis oleh Muchtar dan Taufiq 2013 mengatakan bahwa kenaikan tajam jumlah Koperasi Indonesia merupakan representasi dari geliat ekonomi yang semakin baik di level akar rumput grassroot, terutama di pedesaan. Ini adalah sebuah kekuatan ekonomi yang signifikan dalam menekan pengangguran dan kemiskinan. Peran koperasi dalam menekan pengangguran dan kemiskinan telah mendapat pengakuan dari perserikatan bangsa-bangsa PBB. Bahkan diyakini koperasi mampu membangun tata perekonomian yang lebih baik. Bila diperhatikan dengan saksama Gambar 2, terlihat bahwa walaupun jumlah koperasi aktif meningkat secara nominal, persentase koperasi aktif semakin menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2000, koperasi aktif sebesar persen dari total jumlah koperasi, akan tetapi menurun menjadi persen pada tahun 2015, walaupun pada tahun 2017 berada di kisaran persen. Artinya, dari tahun ke tahun jumlah koperasi yang tidak aktif juga terus meningkat. Ini adalah salah satu masalah serius dari persoalan Koperasi Indonesia. Selain itu, sebaran jumlah koperasi antara wilayah juga sangat tidak merata. Menurut Hartono dan Sarwono 2011 jumlah koperasi terbesar masih terkonsentrasi pada daerah-daerah yang memiliki dinamika perekonomian yang relatif lebih baik. Kemenkop UKM 2017 merilis data bahwa koperasi lebih banyak berkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Dari seluruh koperasi aktif pada tahun 2017, hanya terdapat persen yang melaksanakan rapat anggota tahunan RAT. Selama periode tahun 2000-2017 pelaksanaan RAT kurang dari 50 persen kecuali pada tahun 2015, yaitu sebesar persen. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 2. Jumlah Koperasi Indonesia 0510152025303505,00010,00015,00020,00025,00030,00035,00040,00045,000Jumlah ManajerManajer % Karyawan Karyawan %Pada Gambar 2, terlihat jumlah anggota koperasi aktif mengalami peningkatan selama periode tahun 2000-2017. Pada tahun 2000 jumlah anggota koperasi aktif sebanyak juta orang naik menjadi juta orang pada tahun 2017 tumbuh persen. Fakta ini memperlihatkan bahwa Koperasi Indonesia masih diminati oleh masyarakat. Hal ini juga ditunjukkan Negara yang secara khusus membuat lembaga kementerian yang menaungi koperasi dan usaha kecil menengah. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan Koperasi Indonesia tidak selalu berjalan mulus, sehingga diperlukan usaha lebih dalam membangun koperasi. Manajer dan Karyawan Koperasi Indonesia Koperasi harus berorientasi pada pelayanan usaha yang efisien, menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat maksimal bagi peningkatan kesejahteraan anggota serta dengan tetap mampu menciptakan kestabilan sisa hasil usaha SHU. Untuk itu dibutuhkan tata kelola organisasi dan manajemen yang baik. Berdasarkan Gambar 3. terlihat bahwa Koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 580,033 orang pada tahun 2017. orang di antaranya merupakan karyawan, dan 38,828 orang lainnya adalah manajer. Walaupun banyak menyerap tenaga kerja, jumlah manajer pada koperasi aktif hanya sebesar persen. Artinya, terdapat persen koperasi tidak memiliki manajer 114,343 unit. Berdasarkan rata-rata selama tahun 2000 sampai dengan 2017, hanya terdapat persen koperasi aktif yang memiliki manajer. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 3. Manajer dan Karyawan Koperasi Indonesia Selain jumlah manajer yang kurang, sebagian besar mereka tidak memiliki keterampilan manajemen koperasi modern. Tidak hanya itu, mereka pada umumnya juga berasal dari kalangan anggota masyarakat yang tidak atau kurang memiliki latar belakang pendidikan formal, maupun informal yang tidak terlalu tinggi, apalagi pengalaman di bidang bisnis. Pada akhirnya, manajer, pengurus, dan pengawas koperasi secara umum juga kurang memiliki wawasan dan kemampuan teknis untuk berproduksi, berdagang dan sebagainya, apalagi kemampuan manajerial untuk menangani suatu kegiatan bisnis Tjakrawerdaja, 2014. Oleh karena itu, penting untuk membangun kapasitas komite manajemen koperasi dan staf mereka. Selain itu, perlu adanya kesadaran bagi pemerintah pusat dan daerah -terutama yang mengurusi koperasi- untuk memberikan perhatian dan konsentrasi secara sungguh-sungguh dalam mempromosikan dan mengembangkan koperasi Emana, 2009. Dengan manajerial koperasi yang efisien dan efektif diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi dan berdampak luar bagi masyarakat. Modal dan Volume Usaha Koperasi Indonesia Walaupun koperasi merupakan kumpulan orang, namun untuk melaksanakan usaha tetap dibutuhkan modal. Modal diperoleh baik dari dalam berupa simpanan anggota dan dari luar berupa pinjaman bank dan penyertaan modal. Khusus mengenai penyertaan modal, bisa bersumber dari anggota maupun berasal dari non-anggota. Sumber modal penyertaan ini tidak menyimpang dari 050,000100,000150,000200,000250,000300,000350,000400,000450,000Miliar Koperasi Terhadap PDBprinsip-prinsip koperasi, karena modal tersebut tetap tidak ada kaitannya dengan suara. Sementara itu, volume usaha adalah total nilai penjualan/pendapatan barang dan jasa pada periode tertentu. Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa baik modal yang berasal dari anggota koperasi dan dari luar mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terutama sejak tahun 2012. Pada tahun 2000, modal sendiri yang dimiliki koperasi sebesar miliar, naik menjadi miliar pada tahun 2017. Terjadi kenaikan sebesar 2, persen. Modal luar pada tahun 2000 sebesar miliar, naik menjadi miliar pada tahun 2017. Terjadi kenaikan sebesar persen. Selama periode 2000-2011 modal luar lebih banyak dibandingkan modal sendiri. Akan tetapi, sejak tahun 2012 hingga 2017 jumlah modal sendiri melebih modal dari luar. Sementara itu, terlihat pola perkembangan volume usaha serupa dengan perkembangan modal, dimana terjadi kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2000 terlihat volume usaha sebesar triliun, naik menjadi triliun. Rata-rata peningkatan volume usaha selama periode tahun 2000-2017 sebesar 1, persen. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 4. Modal dan Volume Usaha Koperasi Indonesia Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa kontribusi Koperasi Indonesia terhadap PDB rasio volume usaha terhadap PDB menunjukkan tren yang meningkat selama periode tahun 2000-2017. Pada tahun 2000 kontribusi Koperasi Indonesia hanya sebesar persen terhadap PDB, naik menjadi persen pada tahun 2017. Nilai ini masih kecil jika dibandingkan kontribusi koperasi di negara Prancis 18 persen, Belanda 18 persen, Selandia Baru 20 persen, Singapura 10 persen, Thailand 7 persen, dan Malaysia 5 persen. Diharapkan dengan jumlah koperasi terbanyak di dunia, kedepannya mampu memberi kontribusi yang lebih besar lagi kepada pendapatan nasional. Sumber Kementerian Koperasi & UKM dan BPS-Indonesia diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 5. Kontribusi Koperasi Indonesia Terhadap PDB 02040608010012014016018005,00010,00015,00020,00025,000SHU Mili ar Rupiah SHU/Koperas i Juta Rupiah538, 0100,000200,000300,000400,000500,000600,000700,000SHU Per Angg ota RupiahAnalisis Kinerja Koperasi Indonesia Selanjutnya dilakukan analisis kinerja Koperasi Indonesia. Pengukuran indikator kinerja koperasi berbeda dengan pelaku ekonomi lainnya karena memiliki jati diri yang berbeda. Indikator yang biasa digunakan dalam nilai kinerja koperasi adalah dengan menganalisis perkembangan sisa hasil usaha SHU sebagai representatif kesejahteraan anggota. SHU bagi koperasi tetap penting agar koperasi bisa berkembang. Namun, SHU yang tinggi tidak ada artinya apabila diperoleh dengan cara mengeksploitasi anggotanya Sasongko, 2017. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa SHU total, SHU per koperasi, dan SHU per anggota mengalami peningkatan dengan pola yang sama terutama sejak tahun 2003 hingga tahun 2017. Total SHU pada tahun 2017 yang dihasilkan oleh Koperasi Indonesia adalah sebesar triliun, SHU per koperasi sebesar juta, dan SHU per anggota sebesar ribu. Rata-rata pertumbuhan SHU selama periode tahu 2000-2017 adalah persen untuk SHU total, persen untuk SHU per koperasi, dan persen untuk SHU per anggota. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 6. Sisa Hasil Usaha SHU Koperasi Indonesia Semua aspek yang telah dijelaskan di atas saling memengaruhi satu sama lain. Apabila sistem koperasi dapat dibangun dengan baik, maka akan memiliki dampak terhadap kesejahteraan anggota koperasi Partomo, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani 2015, menunjukkan bahwa keberadaan koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terutama apabila jumlah anggota banyak dan tingkat partisipasi tinggi. Syaiful, et al. 2016 dan Raidayani dan Faisal 2016 menemukan bahwa modal usaha koperasi yang semakin besar juga dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Menurut Agustina et al., 2016, modal yang berasal dari modal sendiri lebih signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan dibandingkan modal yang berasal dari pinjaman. Pariyasa, et al. 2014 menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan anggota maka perlu meningkatkan modal koperasi dan volume usaha. Winarko 2014 menemukan bahwa selain jumlah anggota dan modal usaha, volume aset juga berpengaruh terhadap kesejahteraan anggota. Analisis Keunggulan Komparatif Koperasi Di Indonesia Analisis Tipologi Klassen Setiap daerah memiliki kemajuan dan pertumbuhan ekonomi koperasi yang berbeda. Ada daerah yang mampu memacu kegiatan ekonomi koperasinya sehingga dapat tumbuh pesat dan ada pula daerah yang siklus ekonomi koperasinya stagnan di satu titik atau bahkan tumbuh negatif. Untuk dapat membandingkan tingkat kemajuan koperasi suatu daerah dengan daerah lain dalam suatu lingkup referensi yang sama, maka dapat digunakan Tipologi Klassen sebagai alat analisis. Gambar 7 menunjukkan visualisasi hasil klasifikasi provinsi berdasarkan Tipologi Klassen dengan scatter plot. 79 Keterangan Data diperoleh dari Kemenkop & UKM diolah. Gambar 7. Klasifikasi Provinsi Berdasarkan Tipologi Klassen dengan Scatter Plot Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan provinsi-provinsi di Indonesia menjadi empat karakteristik pertumbuhan ekonomi koperasi yaitu 1. Kuadran I Daerah Maju dan Cepat Tumbuh. Terdiri dariProvinsi Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Lampung karena keempat provinsi tersebut memiliki rata-rata volume usaha per koperasi dan rata-rata laju pertumbuhan volume usaha yang lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. 2. Kuadran II Daerah Berkembang dan Cepat Tumbuh. Terdiri dari Provinsi Sulawesi Tenggara, Maluku, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah karena memiliki rata-rata volume usaha per koperasi lebih rendah tetapi rata-rata laju pertumbuhan volume usaha lebih tinggi dari rata-rata nasional. 3. Kuadran III Daerah Maju tetapi Tertekan. Terdiri dari Provinsi Jawa Tengah, DKI. Jakarta, Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Barat, Bali, Yogyakarta, dan Sumatera Barat karena daerah ini memiliki rata-rata volume usaha per koperasi lebih tinggi tetapi rata-rata laju pertumbuhan volume usaha yang lebih dibandingkan rata-rata nasional. 4. Kuadran IV Daerah Relatif Tertinggal. Terdiri dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, Jambi, Banten, Kepulauan Riau, Papua, Riau, Gorontalo, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan karena memiliki rata-rata volume usaha per koperasi dan rata-rata laju pertumbuhan volume usaha yang lebih rendah dibanding rata-rata nasional. Analisis IPEKR Pada analisis Tipologi Klassen, klasifikasi daerah hanya mempertimbangkan kemampuan internal koperasi di masing-masing provinsi tanpa memperhatikan aspek kapasitas perekonomian regional yang direpresentasikan oleh PDRB dan PDB. Oleh karena itu, pada bagian ini dilakukan analisis IPEKR yang memperhatikan aspek internal koperasi dan aspek eksternal, yakni kapasitas perekonomian regional. Gambar 8 menunjukkan visualisasi hasil perhitungan IPEKR dengan scatter plot. 80 Keterangan Data diperoleh dari Kemenkop & UKM dan BPS-Indonesia diolah. Gambar 8. Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional dengan Scatter Plot Analisis IPEKR digunakan untuk mengklasifikasikan daya saing komparatif provinsi-provinsi di Indonesia menjadi empat karakteristik yang mengukur performa dan potensi pertumbuhan ekonomi koperasi dibandingkan dengan ekonomi regionalnya yaitu 1. Kuadran I Performa Tinggi dan Potensi Pertumbuhan Tinggi. Terdiri dariProvinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan karena pengembangan dan potensi pertumbuhan ekonomi koperasi keempat provinsi tersebut berada di atas kemampuan ekonomi regionalnya. 2. Kuadran II Performa Rendah Tapi Potensi Pertumbuhan Tinggi. Terdiri dari Provinsi Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, dan Sulawesi Tenggara karena pengembangan ekonomi koperasi lebih rendah tetapi potensi pertumbuhan ekonomi koperasi lebih tinggi dari ekonomi regionalnya. 3. Kuadran III Performa Tinggi Tapi Potensi Pertumbuhan Rendah. Terdiri dari Provinsi Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Yogyakarta, dan Sumatera Barat karena pengembangan ekonomi koperasi lebih tinggi tetapi potensi pertumbuhan ekonomi koperasi lebih rendah dari ekonomi regionalnya.. 4. Kuadran IV Performa Rendah dan Potensi Pertumbuhan Rendah. Terdiri dari Provinsi Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Maluku Utara, Banten, DKI. Jakarta, Sulawesi Tengah, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, dan Kepulauan Riau karena pengembangan dan potensi pertumbuhan ekonomi koperasi berada di bawah kemampuan ekonomi regionalnya. Setelah menganalisis daya saing koperasi berdasarkan kriteria Tipologi Klassen dan IPEKR, selanjutnya dilakukan pemeringkatan global mengenai daya saing komparatif Koperasi Indonesia berdasarkan provinsi. Tabel 1 memperlihatkan peringkat saya saing Koperasi Indonesia selama periode 2011-2015. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif paling tinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Sementara itu, provinsi dengan daya saing terendah adalah Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Papua, Sumatera Selatan. Provinsi yang secara relatif tidak memiliki keunggulan daya saing perlu mendapat perhatian pemerintah dengan membuat kebijakan pemberdayaan koperasi. 81 Tabel 1. Peringkat Daya Saing Koperasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Sumber Kemenkop & UKM dan BPS-Indonesia 2011-2015 diolah Keterangan VU_Ki = Volume usaha per koperasi provinsi i, VU_K = Volume usaha per koperasi nasional, LVUi = Laju pertumbuhan volume usaha koperasi provinsi i, LVU = Laju pertumbuhan volume usaha koperasi nasional Berdasarkan analisis mengenai perkembangan, kinerja, dan daya saing Koperasi Indonesia, maka dibutuhkan suatu kebijakan untuk mendorong agar Koperasi Indonesia dapat berperan lebih besar dalam perekonomian. Hal paling krusial perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik pengurus, pengelola maupun anggota koperasi dengan memanfaatkan badan pendidikan dan pelatihan koperasi. Selain itu, para pengurus dan pengelola dapat diikutkan dalam kegiatan temu ilmiah yang relevan, dan belajar mandiri untuk meningkatkan kompetensi dalam mengelola koperasi. Perguruan tinggi juga perlu melakukan pendampingan dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dalam program pengabdian kepada masyarakat. Kemampuan pengelola koperasi dalam menerapkan teknologi merupakan keniscayaan terutama di era revolusi industri ini. Pada era ini, semua jenis pelayanan berbasiskan teknologi, internet of thing dan sosial media. Kelembagaan koperasi juga perlu diefisienkan dengan mengoptimalkan perangkat organisasi. Selain itu, diperlukan audit secara berkala terhadap kegiatan usaha koperasi. Dengan adanya SDM dan kelembagaan yang efisien dapat menciptakan tata kelola koperasi yang sehat dan dilakukan secara demokratis. Tata kelola yang baik ini tercerminkan dari pelaksanaan manajemen koperasi yang transparan dan akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan anggota kepada pengelola koperasi. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menopang kegiatan usaha koperasi. Koperasi juga membutuhkan dukungan dari lembaga keuangan untuk dapat mengembangkan usaha. Selanjutnya, diperlukan suatu sistem dan lembaga jaringan usaha koperasi sehingga lebih terintegrasi dan skala ekonomi usaha koperasi menjadi lebih besar dan efisien. Dengan begitu, koperasi akan memiliki keunggulan daya saing. 82 Hal lain yang tidak kalah penting adalah pemerintah harus mampu menjadi fasilitator agar tercipta kemitraan setara antarkoperasi, juga dengan badan usaha lainnya sehingga tercipta harmonisasi dan persaingan sehat. Kemitraan yang setara ini akan menciptakan relasi saling tergantung antara badan usaha sehingga terdapat “gotong royong” dalam kegiatan ekonomi. Kalaupun persaingan terjadi, harus dilakukan secara sehat, saling menguntungkan dan saling menghidupi. Model pasar seperti ini akan dapat terwujud apabila ada pola tata peran di antara para pelaku ekonomi telah ditetapkan terlebih dahulu oleh negara. Dalam pola tata peran tersebut, koperasi diarahkan untuk melaksanakan kegiatan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan dapat dikerjakan orang banyak ekonomi rakyat, bukan oleh BUMN atau BUMS. Dengan adanya penguatan peran Koperasi Indonesia, para pelaku usaha sektor informal seperti pelaku usaha kecil mikro dan petani dapat diyakinkan untuk bergabung dalam koperasi sektor formal dengan tujuan untuk menyejahterakan diri mereka secara bersama-sama. Dengan demikian Koperasi Indonesia dapat menjadi soko guru ekonomi rakyat. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan selama hampir dua dekade reformasi berjalan, jumlah koperasi aktif mengalami peningkatan yang signifikan dari 88,930 pada tahun 2000, naik menjadi 153,171 unit pada tahun 2017 naik persen. Akan tetapi, persentase koperasi aktif semakin menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2000, koperasi aktif sebesar persen dari total jumlah koperasi, akan tetapi menurun menjadi persen pada tahun 2017. Ini terjadi karena jumlah koperasi tidak aktif juga mengalami kenaikan. Jumlah koperasi aktif yang melaksanakan RAT kurang dari 50 persen kecuali pada tahun 2015, berkisar persen. Berdasarkan rata-rata selama tahun 2000 sampai dengan 2017, hanya terdapat persen koperasi aktif yang memiliki manajer. Sebagian besar mereka tidak memiliki keterampilan manajemen koperasi modern. Modal, volume usaha, dan sisa hasil usaha mengalami peningkatan yang signifikan terutama dalam lima tahun terakhir. Kinerja koperasi mengalami peningkatan setiap tahunnya yang mengindikasikan terjadi peningkatan kesejahteraan anggota koperasi. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Provinsi yang secara relatif tidak memiliki keunggulan daya saing perlu mendapat perhatian pemerintah dengan membuat kebijakan pemberdayaan koperasi. Hatta 1987 pernah mengajukan sebuah tesis bahwa untuk mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan perlu membangun sistem koperasi terlebih dahulu, sebelum koperasi bisa membangun ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat, yang pada gilirannya koperasi dapat menjadi pilar kesejahteraan sosial. Untuk membangun koperasi, hal utama yang perlu menjadi perhatian adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia pengurus, pengelola, dan anggota koperasi. Selanjutnya, diperlukan efisiensi kelembagaan dengan mengoptimalkan perangkat organisasi. Selain itu perlu ada dukungan pemerintah berupa kemudahan akses modal bagi koperasi dan perlu diaturnya pola tata peran pelaku ekonomi agar tidak saling mematikan dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih terutamanya disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan atas bantuan dana Penelitian Dosen Pemula tahun 2018 yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini dan pihak lain yang telah ikut membantu. 83 REFERENSI Agustina, L., Suharno., & Harimurti, F. 2016. Analisis pengaruh modal sendiri, modal pinjaman, volume usaha, dan jumlah anggota terhadap sisa hasil usaha pada koperasi sopir transportasi solo. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, 124 407-416. Aref, A. 2011. Rural cooperatives for poverty alleviation in Iran. Life Science Journal, 8238-41. Bharadwaj, B. 2012. Roles of cooperatives in poverty reduction A case of Nepal. Administration and Management Review, 241120-139. Cahyani, 2015. Pengaruh jumlah anggota terhadap perolehan sisa hasil usaha melalui partisipasi anggota sebagai variabel intervening pada koperasi simpan pinjam wisuda guna raharja denpasar tahun 2012-2014. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi JJPE, 51 1-10. Emana, B. 2009. Cooperatives a path to economic and social empowerment in Ethiopia. CoopAfrica Working Paper [Internet]. [Diakses 9 Mei 2018]. Diperoleh dari Hartono, H., Sarwono, R. 2011. Analisa pengaruh ekonomi kerakyatan sesuai amanat UUD 1945 terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Binus Business Review, 22 965-978. Haryadi, W., Julyana. 2017. Analisis potensi ekonomi sektoral di Kabupaten Sumbawa tahun 2011-2015. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 141 12-25. Hatta, M. 1978. Pengertian Pancasila. Pidato Peringatan Lahirnya Pancasila Tanggal 1 Juni 1977 di Gedung Kebangkitan Nasional-Jakarta, dengan Lampiran Sila Demi Sila, Jakarta PT. Inti Idayu Press. ______. 1987. Membangun koperasi dan koperasi membangun. Jakarta Inti Idayu Press. ______. 1957. The co-operative movement in Indonesia. Ithaca, New York Cornell University Press. Mahardiki, D., Santoso, 2013. Analisis perubahan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia 2006-2011. JEJAK Journal of Economics and Policy, 62 103-213, doi Muchtar, I., Taufiq, M. 2013. 100 koperasi besar Indonesia Edisi Revisi. Jakarta Majalah Peluang & Infopasar. Pariyasa, Zukhri, A., & Indrayani, L. 2014. Pengaruh modal, volume dan anggota terhadap sisa hasil usaha pada koperasi serba usaha Kecamatan Buleleng. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi, 41 1-10. Partomo, 2013. Ekonomi koperasi. Bogor Ghalia Indonesia. Raidayani, Faisal. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi sisa hasil usaha pada koperasi di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 22 168-185. Ramly, F. 2013. Peringkat provinsi dalam pengembangan ekspor metode regional export performance index atau REPI. Cita Ekonomika Jurnal Ekonomi, 72 1-10. Retnowati, D. 2009. Strategi pengembangan kelembagaan dan koperasi melalui sistem demokrasi di Indonesia. Seminar Nasional Informatika 2009 semnasIF 2009. UPN ”Veteran” Yogyakarta. Hal F26-F32. Rohcmadi, I. 2011. Analisis dampak perdagangan bebas dan global pada bergesernya nilai budaya, prinsip dan tujuan koperasi. Jurnal Ekonomika, 42 45–51. Sari, Pujiyono, A. 2013. Analisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia tahun 2004-2010. Diponegoro Journal of Economis. 23 1-15. Diperoleh dari Sasongko, 2017. Analisis keunggulan komparatif dan faktor penentu kinerja koperasi di pulau Jawa. [Tesis]. Bogor Institut Pertanian Bogor. Situmorang, 2008. Peringkat provinsi dalam membangun ekonomi koperasi analisis berdasarkan indeks PEKR. Jakarta Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Smith Rothbaum, J. 2013. Cooperatives in a global economy key economic issues, recent trends, and potential for Development. IZA Policy Paper No. 68. Diakses 9 Mei 2018]. Diperoleh dari Sudirman, 2018. Analisis sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian dan pembangunan wilayah Provinsi Jambi. Jurnal Manajemen dan Sains JMAS, 31 94-107. Sugiharsono. 2009. Sistem ekonomi koperasi sebagai solusi masalah perekonomian indonesia mungkinkah?. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 61 21-32. Sukidjo. 2008. Membangun citra koperasi Indonesia. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 52193-203. Swasono, 1983. Membangun koperasi sebagai soko-guru perekonomian Indonesia, dalam mencari bentuk, posisi dan realitas koperasi di dalam orde ekonomi Indonesia. Depok UI Press. Syaiful, M., Aedy, H., & Tamburaka, 2016. Strategi koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan anggota. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan, 11 96-110. Tjakrawerdaja, S 2014. Koperasi Indonesia konsep pembangunan politik ekonomi. Jakarta Universitas Trilogi Tjakrawerdaja, S., Purwandaya, B., Lenggono, Karim, M., & Agusalim, L. 2017. Sistem ekonomi Pancasila. Jakarta Rajawali Pers. Verhofstadt E., Maertens, M. 2014 Can Agricultural Cooperatives Reduce Poverty? Heterogeneous Impact of Cooperative Membership on Farmers' Welfare in Rwanda, Applied Economic Perspectives and Policy, 371 86-106. Winarko, 2014. Pengaruh modal sendiri, jumlah anggota dan aset terhadap sisa hasil usaha pada koperasi di Kota Kediri. Nusantara of Research, 12 151-167. Akhmad YunaniERP system and SCM are considered to be the business performance enhancer regardless the business type. This paper summarizes studies on ERP systems and SCM in cooperative business. The cooperative is a unique model of business, where the owners are also customers, suppliers, as well as operators. There is a little study concerns on ERP, SCM, even operations perspective of cooperative business. If any, the study focuses on technical aspects of technology, a little part of ERP, like the use of application of accouting, the use of marketplace, etc. This paper also proposes a framework of ERP and SCM model for cooperative. The discussion refers to the performance standards of the cooperative set by the Government and combined with ERP systems and business process in general. This model is expected to be a considerable framework to enhance cooperative performance as well as a tool of control of cooperative business. Due to the vary of cooperative type of business, it is suggested that further study observes the actual business process in a cooperative so that ERP system and SCM model can be developed properly. Akhmad YunaniERP system and SCM are considered to be the business performance enhancer regardless the business type. This paper summarizes studies on ERP systems and SCM in cooperative business. The cooperative is a unique model of business, where the owners are also customers, suppliers, as well as operators. There is a little study concerns on ERP, SCM, even operations perspective of cooperative business. If any, the study focuses on technical aspects of technology, a little part of ERP, like the use of application of accouting, the use of marketplace, etc. This paper also proposes a framework of ERP and SCM model for cooperative. The discussion refers to the performance standards of the cooperative set by the Government and combined with ERP systems and business process in general. This model is expected to be a considerable framework to enhance cooperative performance as well as a tool of control of cooperative business. Due to the vary of cooperative type of business, it is suggested that further study observes the actual business process in a cooperative so that ERP system and SCM model can be developed properly. Bishal BharadwajMassive poverty exists in Nepal. Poverty reduction has been identified as an integrated development approach. In spite of huge potentialities, rural areas have weak domain of transferability. Weak domain of transferability can lead to persistent and chronic poverty. Therefore strategy of breaking vicious poverty cycle should be so designed that will support for a quality asset, b strengthen access and c creates competitive transferability. Cooperative is a member based business with well defined norms and principles. Cooperative has been identified as a potential component of Nepalese three pillar economy. The paper incepts in the contribution of cooperative in poverty reduction. It was observed that cooperative and poverty reduction goes hand in hand. Cooperative can be effective institutional arrangement in breaking the vicious cycle of poverty in the rural socioeconomic context. Under effective supervision, if cooperative can be well managed and strengthened; cooperative can potentially strengthen the domain of transferability of rural community and there forwards to contribute to sustainable reduction of Muhammad Faisal FaisalDosen Prodi MagisterThe objective of this research was to test the influence of amount of capital, number of members, business volume, and assets on the net amount of remaining annual income or profit of the cooperatives in Aceh Barat Regency. This research used the pooled data that were collected since 2011 until 2015 with a number of 20 cooperatives as the samples. The multiple linear regression, classical assumption test, and economies of scale was used as the model of this research. The results showed that the amount of capital, the number of members, and the assets positively and significantly influenced the net amount of remaining annual income or profit at the cooperatives in Aceh Barat Regency, mean while the business volume, negatively and significantly effect the net amount of remaining annual income or profit. The results of analysis of economies of scale in variable assets, that an asset that improved results were accompanied by a rise in remaining annual income or profit as well as production costs will decline, it is because changes in the increasing remaining return results accompanied by improved results and costs average more. It is suggested that the policymakers keep increasing the net amount of remaining annual income or profit and the amount of capital of the cooperatives in Aceh Barat Regency in order to improve the performance of the cooperatives in doing their economic activities. Government leveraging intellectual capital such as human capital, structural capital and customer capital that gives the Aceh Barat Regency, so that became a catalyst in the development in Aceh Barat Regency lead to better economic growth. Keywords Capital, number of member, business volume, asset, the net amount of remaining annual income or Mahardiki Rokhedi Priyo SantosoThis study is to determine the level of income inequality in Indonesia period for 2006-2011 and to test whether the inequality increased significantly during that period. In addition, the purpose of this study was to map the pattern of regional classification based on economic growth. Technical analysis of inequality used is the Williamson Index and Theil Entropy Index. The Paired Sample T-Test is used to determine the significance of inequality growth from 2006 to 2011. Meanwhile the regional growth pattern was analyzed by Klassen typology. The research data includes the number of Indonesian population and Gross Domestic Product GDP per capita per province. According to the index calculation of Williamson, the level of income inequality in Indonesia tends to increase by in 2011. Based on the Paired Sample T-Test it is found that the Williamson Index in 2011 increased significantly compared to that of in 2006. In contrast the Theil Index show the decreasing trend of income inequality eventhough there was slight increase at the end of period results from the Klassen typology shows that most of region is classified as a higher growth but low income level of development. Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia 2006-2011 dan melihat apakah selama periode tersebut terjadi peningkatan ketimpangan yang signifikan. Selain itu juga, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola/klasifikasi daerah yang didasarkan pada pertumbuhan ekonominya. Metode perhitungan untuk analisis ketimpangan adalah Indeks ketimpangan Williamson dan Indeks ketimpangan Entropi Theil, sedangkan perkembangan distribusi pendapatan dengan Paired Sample T-Test. Analisis pola pertumbuhan menggunakan teknik Tipologi penelitian meliputi jumlah penduduk Indonesia dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB per kapita per provinsi. Menurut hasil perhitungan Indeks Williamson, selama periode penelitian tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia menunjukkan pergerakan yang meningkat dengan nilai pada tahun 2011 sebesar 0,83. Berdasarkan uji paired t-Test ditemukan hasil bahwa terdapat ketimpangan pendapatan yang signifikan pada 2011 dibandingkan dengan 2006. Sedangkan hasil dari Indeks Theil didapatkan tingkat ketimpangan di Indonesia selama periode penelitian cenderung menurun dengan nilai sebesar 0,34 pada tahun 2011 meskipun meningkat pada akhir periode. Hasil dari tipologi Klassen menunjukkan bahwa kecenderungan provinsi berada pada kategori daerah maju tapi HartonoRido SarwonoCooperatives are one ideological concept of Indonesian economy and stated firmly in constitutional of Republik Indonesia. The growth of cooperatives in Indonesia has complex problems so they are pushed by capitalism power from private companies. Whereas, cooperatives were built as economical blocks in mediating Indonesian people to be more welfare economically. Data from Cooperatives Department, there are significant growth of cooperatives from 2006 to 2010 the active cooperatives are up to Meanwhile, the unactive cooperatives are 2006 to 2010, in total amount of in 2010. The cooperatives growth is interesting to be research in the future to identify wealth of cooperatives and which area has the most rapid growing of Anita PutriYulhendri YulhendriRemaining business results is one of the important things in improving the welfare of members of cooperatives, because cooperatives are one of the forces that drive economic growth. This research is an associative descriptive study using panel data regression analysis method using Eviews version 8. Data was collected by documentation technique, the data in this study are secondary data, namely all Village Unit Cooperatives in Padang City totaling 6 KUD. The dependent variable in this study is the residual business results, while the independent variable is the number of members and own capital. The results of this study stated that the F test obtained a calculated f value of 24,90077 while the f table value of so that the calculated f value is greater than the value of the f table and sig probability value. 0,000 <α = which means Ho was rejected and Ha was accepted. This shows that there is a joint effect between the number of members X1 and own capital X2 on the Remaining Operations Y of the Village Unit Cooperative in Padang City. R Square value in this study amounted to or This means that the amount of contribution between the number of members and own capital to the rest of the business results is while is influenced by other factors not examined in this study. Keyword the number of member, equity, and SHUAdrian Tri SasongkoYeti Lis Purnamadewi MulatsihDevelopment of cooperatives is an important element that must be done in order to realize the national economic development because the cooperative able to accommodate the community in achieving the goal of improving the welfare of the people based on the principle of mutual cooperation. Differences in regional characteristics lead to diversity in the development and development of cooperatives. Java Island with rapid economic growth, able to build cooperatives in large numbers but the performance of cooperatives and growth is still fluctuating. Therefore, this study aims to determine the comparative advantage in cooperative development and analyze the factors that affect the performance of cooperatives in Java. This research uses secondary data with Method of Econometrika Data Panel and Method of Economic Performance Index of Regional Cooperation PEKR Index. The results showed that the provinces of Central Java and Yogyakarta have a comparative advantage in the economic development of cooperatives in 2011-2015. Factors affecting the performance of the cooperative is the number of active cooperatives, the number of cooperative employees, own capital cooperatives and PDRB. Keywords Comparative advantage, Cooperative, Performance, Panel dataSudirman SudirmanM AlhudhoriBased on pattern classification Typologi Klassen of the growth sectors of the economy in Jambi province makes the agricultural sector and the sector of mining and excavation are on the I quadrant as a sector that developed and developing fast, water procurement sector, trash, waste treatment and recycling, and education services sectors are at a quadrant II sectors advanced but that is depressed. After dianalis the pattern of growth sectors of the economy, may be known to the classification of economic sectors in the province of Jambi, for a deeper analysis of the sector required base with LQ method to find the base of the sector can be prioritized into the flagship sector. In accordance with the results of the analysis of the economic base by the method of LQ for the level of Jambi province are known to exist in four major sectors constituting the base sector of the economy. The fourth sector is agriculture, a sector of mining and excavation of the procurement sector, garbage, water, sewage treatment and recycling, and educational services. So, from both Typologi and Klassen LQ analysis it can be concluded that the economic sector in Jambi province which should be developed and can be prioritized into a flagship sector is agriculture, a sector of mining and excavation, the sector procurement of waste, water, sewage treatment and recycling, and education services sectors. Keywords 1 GDP Jambi province; Indonesia'S GDP and 2 the rate of growth of GDP and contribution to Indonesia and Jambi province; 3 Data on the economic potential of Jambi provinceWe analyze the inclusiveness and effectiveness of agricultural cooperatives in Rwanda. We estimate mean income and poverty effects of cooperative membership using propensity score matching techniques. We analyze heterogeneous treatment effects across farmers by analyzing how estimated treatment effects vary over farm and farmer characteristics and over the estimated propensity score. We find that cooperative membership in general increases income and reduces poverty and that these effects are largest for larger farms and in more remote areas. We find evidence of a negative selection because impact is largest for farmers with the lowest propensity to be a cooperative member.
STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KOPERASI. Oleh: Aldinno A. Affandie, S.Ked.MM. Koperasi harus memfokuskan pada kerjasama pasar untuk mendapatkan harga kompetitif, menghindari terjadinya kelangkaan persediaan dan jaminan kualitas produk yang lebih baik. Difinisi koperasi sesuai kongres koperasi dunia di Manchester 1995 sebagai berikut.. A cooperative is an autonous association of person united
67% found this document useful 3 votes1K views24 pagesOriginal TitleSTRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KOPERASICopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?67% found this document useful 3 votes1K views24 pagesStrategi Peningkatan Daya Saing KoperasiOriginal TitleSTRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KOPERASIJump to Page You are on page 1of 24 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 8 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 12 to 22 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Dariuraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam peningkatan daya saing wilayah adalah dalam hal meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumberdaya, termasuk dalam hal tataran kebijakan yang terkait investasi, pemasaran maupun promosi daerah. Pada gilirannya, hal-hal inilah yang diharapkan mampu
JAKARTA, - Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Rulli Nuryanto mengatakan, pengembangan koperasi pada 2021 akan dilakukan dengan berbasis pada kawasan, komunitas dan komoditas. "Sebagai lembaga ekonomi sekaligus sebagai lembaga sosial, koperasi dapat tumbuh dan berkembang dari potensi anggotanya untuk membangun ekosistem yang saling menguatkan dalam suatu wilayah atau daerah, berdasarkan produk unggulan lokal," kata Rulli, dalam siaran pers, Kamis 31/12/2020. Rulli bilang, dalam upaya mengembangkan potensi koperasi di masa pandemi Covid-19, pengembangan koperasi dapat dilihat dari pengelompokkan berdasarkan jenisnya. Koperasi konsumen 59,2 persen, jasa 20 persen, simpan pinjam 13,4 persen, produsen 4,9 persen, dan pemasaran 2,6 persen. Jenis koperasi konsumen yang paling dominan didorong untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk merespons kebutuhan anggotanya. "Dengan layanan digital, koperasi dapat meningkatkan kualitas layanan pemenuhan kebutuhan konsumsi anggotanya," ujar Rulli. Baca juga Kenaikan Tunjangan Kinerja PNS Tahun 2021 DitundaMenurut Rulli, koperasi jenis konsumen pada umumnya juga menjalankan unit usaha simpan pinjam, yang kini bisa bertransformasi menggunakan teknologi digital. Hal itu membuat kebutuhan pinjaman dan layanan simpanan anggota dapat dilakukan lebih cepat, transparan dan akuntabel. Lebih dari itu, anggota juga ikut serta dalam pengawasan terhadap pengelolaan koperasi oleh pengurus dan pengelola. Sebagai upaya pemerintah merespon dampak pandemi, KemenKopUKM juga telah menyalurkan bantuan permodalan kepada koperasi melalui LPDB-KUMKM. Rulli juga mendorong pengurus dan pengelola dapat mengembangkan usaha online bagi anggotanya, untuk menangkap bertumbuhnya bisnis digital saat ini. "Kami telah menyiapkan berbagai bentuk pelatihan kompetensi dan pendampingan kepada koperasi yang membutuhkan pengembangan usahanya," kata Rulli. Koperasi juga dapat melakukan kerja sama antar koperasi, sehingga koperasi yang lebih besar dapat mendukung koperasi yang skala usahanya lebih kecil melalui kemitraan dan jaringan usaha. Baca juga BI Rilis Aturan Baru Devisa Hasil Ekspor, Berlaku 1 Januari 2021
. 46 198 331 59 265 278 1 478
strategi peningkatan daya saing koperasi